Pengantar
Artikel adalah karangan faktual secara lengkap dengan panjang tertentu yang dibuat untuk dipublikasikan (melalui koran, majalah, buletin, dsb) dan bertujuan menyampaikan gagasan dan fakta yang dapat meyakinkan, mendidik, dan menghibur.
“Karangan ilmiah merupakan suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isisnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.Kebahasaan artikel dan buku ilmiah
Pada
pembahasan sebelumnya, kamu telah mampu menyusun dan membedakan mana yang
termasuk kalimat opini dan fakta yang terdapat dalam sebuah artikel. Pada pembahasan
ini, kamu harus mampu menganalisis kebahasaan yang terdapat dalam sebuah
artikel dan buku ilmiah.
Unsur
kebahasaan yang terdapat dalam artikel dan buku ilmiah memiliki persamaan
karena penyajian isinya berdasarkan fakta yang didukung melalui opini, bukan
imajinasi. Berikut adalah unsur kebahasaan yang harus dicermati.
1.
Adverbia
Adverbia
adalah bahasa yang dapat mengekspresikan sikap eksposisi. Agar dapat meyakinkan
pembaca, diperlukan ekspresi kepastian, yang bisa dipertegas dengan kata
keterangan atau adverbia frekuentatif, seperti selalu, biasanya, sebagian
besar, sering, kadang-kadang, dan jarang.
2.
Konjungsi
Konjungsi
adalah kata atau ungkapan yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat,
yaitu kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat
dengan kalimat. Konjungsi yang banyak dijumpai pada artikel adalah konjungsi
yang digunakan untuk menata argumentasi, seperti pertama, kedua, berikutnya;
atau konjungsi yang digunakan untuk memperkuat argumentasi, seperti, selain
itu, sebagaicontoh, misalnya, padahal, justru; konjungsi yang menyatakan
hubungan sebab-akibat, seperti, sejak, sebelumnya, dan sebagainya;
konjungsi yang menyatakan harapan, seperti, supaya, dan sebagainya.
3.
Kosakata
Kosakata
adalah perbendaharaan kata-kata. Supaya teks tersebut mampu meyakinkan pembaca,
diperlukan kosakata yang luas dan menarik. Biasanya konten teks yang menarik
tersebut mencakup hal-hal berikut.
a.
Aktual, sedang menjadi pembicaraan orang banyak atau baru saja terjadi.
b. Fenomenal,
yakni luar biasa, hebat, dan dapat dirasakan pancaindra.
c. Editorial, artikel dalam surat kabar yang mengungkapkan
pendirian editor atau pemimpin surat kabar.
d. Imajinasi, daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan).
e. Modalitas, cara pembicara menyatakan sikap terhadap suatu
imajinasi dalam komunikasi antarpribadi (barangkali, harus, dan sebagainya).
f. Nukilan, kutipan atau tulisan yang dicantumkan pada suatu
benda.
g. Tajuk rencana, karangan pokok dalam surat kabar.
h. Teks opini, teks yang merupakan wadah untuk mengemukakan
pendapat atau pikiran.
i. Keterangan aposisi, keterangan yang memberi penjelasan kata benda. Jika ditulis, keterangan ini diapit tanda koma atau tanda pisah atau tanda kurung.
Teks artikel
Sastrawan Serbabisa Harian Kompas dan Sinar Harapan kerap memuat cerita
pendeknya. Novelnya sering
muncul di majalah Kartini, Femina, dan Horison. Memenangi lomba
penulisan fiksi baginya sudah biasa. Sebagai penulis skenario, ia duakali meraih
piala Citra di Festival film Indonesia (FFI), untuk ”Perawan Desa” (1980),
dan ”Kembang Kertas” (1985). Sebagai penulis fiksi sudah banyak buku yang
dihasilkannya. Di antaranya, yang banyak diperbincangkan adalah BilaMalam
Bertambah Malam, Telegram, Pabrik, Keok, Tiba-Tiba Malam, Sobat, dan Nyali. Namanya I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang biasa disebut Putu
Wijaya. Tidak sulit untuk mengenalinya karena topi pet putih selalu
bertengger di kepalanya. Kisahnya, pada ngaben ayahnya di Bali, kepalanya
digunduli. Kembali ke Jakarta, selang beberapa lama, rambutnya tumbuh tapi
tidak sempurna, malah mendekati botak. Karena itu, ia selalu memakai topi.
”Dengan ini saya terlihat lebih gagah,” tutur Putu sambil bercanda. Putu yang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11
April 1944, bukan dari keluarga seniman. Ia bungsu dari lima bersaudara
seayah maupun dari tiga bersaudara seibu. Ia tinggal di kompleks perumahan
besar,yang
dihuni sekitar 200 orang, yang semua anggota keluarganya dekat danjauh, dan
punya kebiasaan membaca. Ayahnya, I Gusti Ngurah Raka, seorangpensiunan
punggawa yang keras dalam mendidik anak. Semula, ayahnyamengharapkan Putu
jadi dokter. Namun, Putu lemah dalam ilmu pasti. Iaakrab dengan sejarah,
bahasa, dan ilmu bumi.”Semasa di SD, Saya doyan sekali membaca,’’ tuturnya,
’’Mulai dari karanganKarl May, buku sastra Komedi Manusia-nya karya
William Saroyan. Sejakkecil, saya juga senang sekali seni pertunjukan.
Mungkin sudah merupakanbakat, senang pada seni laku,” ujarnya mengenang. Meskipun
demikian, ia tak pernah diikutkan main drama semasih kanakkanak, juga ketika
SMP. Baru setelah menang lomba deklamasi, ia diikutkan main drama perpisahan
SMA, yang diarahkan oleh Kirdjomuljo, penyair dan sutradara ternama di
Yogyakarta. Ia pertama kali berperan dalam ”Badak”,karya Anton Chekov.
”Sejak itu saya senang sekali pada drama,” kenang Putu. Setelah selesai
sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, kota seni dan
budaya. Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga
mempelajari seni lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), drama di
Akademi Seni Drama danFilm (Asdrafi ). Dari Fakultas Hukum, UGM, ia meraih
gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam penulisan skripsi,
dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai seniman. Selama
bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia
pernah tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa
pementasan, antara lain dalam pementasan ”Bip-Bop” (1968) dan ”Menunggu
Godot” (1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu.
Selain itu, ia juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul
”Lautan Bernyanyi” (1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara
pementasan itu. Naskah dramanya itu menjadi pemenang ketiga Sayembara
Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional
Indonesia. Setelah
kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di
Jakarta ia bergabung dengan Teater Kecil asuhan sutradara ternama Arifi n C.
Noer dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur majalah
Ekspres (1969). Setelah majalah itu mati, ia menjadi redaktur majalahTempo
(1971–1979). Bersama rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu mendirikan
Teater Mandiri (1974). ”Saya perlu bekerja jadi wartawan untukmenghidupi
keluarga saya. Juga karena saya tidak mau kepengarangan sayaterganggu oleh
kebutuhan mencari makan,” tutur Putu. Pada
saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama
(Kabuki) di Jepang (1973) selama satu tahun. Namun, karena tidaknyaman dengan
lingkungannya, ia belajar hanya sepuluh bulan. Setelah itu, iakembali aktif
di majalah Tempo. Pada tahun 1974, ia mengikuti InternationalWriting
Program di Iowa, Amerika Serikat. Sebelum pulang ke Indonesia,mampir di
Prancis, ikut main di Festival Nancy. Putu
mengaku belajar banyak dari majalah Tempo dan penyair GoenawanMohamad.
”Yang melekat di kepala saya adalah bagaimana menulis sesuatuyang sulit
menjadi mudah. Menulis dengan gaya orang bodoh sehingga yangmengerti bukan
hanya Menteri, tapi juga tukang becak. Itulah gaya Tempo,”ungkap Putu.
Dari Tempo, Putu pindah ke majalah Zaman (1979–1985), dania
tetap produktif menulis cerita pendek, novel, lakon, dan mementaskannyalewat
Teater Mandiri, yang dipimpinnya. Di samping itu, ia mengajar pula diAkademi
Teater, Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Ia
mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara laindalam Festival
Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam FestivalHorizonte III di
Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa Teater Mandiriberkeliling
Amerika dalam pementasan drama ”Yel” dan berpentas di Jepang(2001). Karena kegiatan
sastranya lebih menonjol pada bidang teater, PutuWijaya pun lebih dikenal
sebagai dramawan. Sebenarnya, selain berteater iajuga menulis cerpen dan
novel dalam jumlah yang cukup banyak, di sampingmenulis esai tentang sastra.
Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupunnovel telah diterjemahkan ke
dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris,Belanda, Prancis, Jerman,
Jepang, Arab, dan Thailand. Gaya
Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama. Seperti
dalam karya dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung mempergunakan gaya
objektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream ofconsciousness dalam
pengungkapannya. Ia lebih mementingkan perenunganketimbang riwayat. Adapun
konsep teaternya adalah teror mental. Baginya, teror adalah pembelotan,
pengkhianatan, kriminalitas, tindakan subversif terhadap logika tapi nyata.
Teror tidak harus keras, kuat, dahsyat, menyeramkan bahkan bisaberbisik,
mungkin juga sama sekali tidak berwarna. Ia menegaskan, ’’Teater bukan sekadar
bagian dari kesusastraan, melainkan suatu tontonan.’’ Naskah sandiwaranya
tidak dilengkapi petunjuk bagaimana harus dipentaskan. Agaknya, memberi
kebebasan bagi sutradara lain menafsirkan. Bila menyinggung problem sosial,
karyanya tanpa protes, tidak mengejek, juga tanpa memihak. Tiap adegan
berjalan tangkas, kadang meletup, diseling humor. Mungkin ini cerminan
pribadinya. Individualitasnya kuat, dan berdisiplin tinggi. Saat
ditanya pemikiran pengarang yang sehari bisa mengarang cerita 30 halaman,
menulis empat artikel dalam satu hari ini tentang tulis menulis. Putu
menjawab, ’’Menulis adalah menggorok leher tanpa menyakiti,’’ katanya, ’’bahkan
kalau bisa tanpa diketahui.’’ Kesenian diibaratkannya seperti baskom, penampung
darah siapa saja atau apa pun yang digorok: situasi, problematik, lingkungan,
misteri, dan berbagai makna yang berserak. ’’Kesenian,’’ katanya, ’’merupakan
salah satu alat untuk mencurahkan makna, agar bisa ditumpahkan kepada manusia
lain secara tuntas.’’ ”Saya
sangat percaya pada insting,” kata Putu tentang caranya menulis. ”Ketika
menulis, saya tidak mempunyai bahan apa-apa. Semua datang begitu saja ketika
di depan komputer,” katanya lagi. Ia percaya bahwa ada satu galaksi dalam
otak yang tidak kita mengerti cara kerjanya. Tapi, menurut Putu, itubukan peristiwa
mistik, apalagi tindak kesurupan. Selain menekuni dunia teater dan menulis,
Putu juga menjadi sutradara fi lm dan sinetron serta menulis skenario sinetron.
Film yang disutradarainya ialah fi lm ”Cas Cis Cus”, ”Zig Zag”, dan ”Plong”.
Sinetron yang disutradarainya ialah ”Dukun Palsu”, ”PAS”, ”None”, ”Warteg”,
dan ”Jari-Jari”. Skenario yang ditulisnya ialah ”Perawan Desa”, ”Kembang
Kertas”, serta ”Ramadhan” dan ”Ramona”. Ketiga skenario itu memenangkan Piala
Citra. Pada 1977, ia menikah dengan Renny Retno Yooscarini alias Renny Djajusman
yang dikaruniai seorang anak, Yuka Mandiri. Namun, pada tahun 1984 ia
menyendiri kembali. Pertengahan 1985, ia menikahi gadis Sunda, Dewi
Pramunawati, karyawati majalah Medika. Bersama Dewi, Putu Wijaya selanjutnya
hidup di Amerika Serikat selama setahun. Atas undangan Fulbright, 1985–1988,
ia menjadi dosen tamu teater dan sastra Indonesia modern di Universitas Wisconsin
dan Universitas Illinois, AS. Atas undangan Japan Foundation, Putu menulis
novel di Kyoto, Jepang, 1992. Setelah lama berikhtiar, walau dokter di
Amerika mendiagnosis Putu tak bakal punya anak lagi. Pada 1996 pasangan ini
dikaruniai seorang anak, Taksu. Rumah
tangga baginya sebuah ”perusahaan”. Apa pun diputuskan berdasarkan
pertimbangan istri dan anak, termasuk soal pekerjaan. Soal pendidikan anak,
”Saya tidak punya cara,” ujar Putu. Anak dianggap sebagai teman, kadang
diajak berunding, kadang dimarahi. Dan, kata Putu, ”Saya tidak mengharapkan
ia menjadi apa, saya hanya memberikan kesempatan saja.” Kini,
penggemar musik dangdut, rock, klasik karya Bach atau Vivaldi dan jazz ini
total hanya menulis, menyutradarai fi lm dan sinetron, serta berteater. Dalam
bekerja ia selalu diiringi musik. Olahraganya senam tenaga prana Satria
Nusantara. ”Sekarang saya sudah sampai pada tahap bahwa kesenian merupakan
upaya dan tempat berekspresi sekaligus pekerjaan,” ujar Putu. (Sumber:
tokohindonesia.com dengan pengubahan) Cuplikan
Buku Ilmiah |
Cuplikan teks
buku ilmiah
Menguak Tabir Kekuasaan Sang
Pencipta
Judul Buku : Mengenal Allah: Alam, Sains,
dan Teknologi
Penulis : Tauhid Nur Azhar
Penerbit : Tinta Medina
Kota : Solo
Tahun : 2012
Jumlah halaman : 280 halaman
Dalam Al-Qur’an surah
Fushilat ayat 53, Allah Swt. berfi rman ”Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka
sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar.
Tiadakah cukup bahwa
Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” Berdasarkan ayat di
atas secara eksplisit dapat kita pahami bahwa Allah Swt. menciptakan alam
semesta beserta isinya dan juga manusiasebenarnya untuk menunjukkan keagungan
dan kebesaran-Nya. Allah ingin manusia mengenalnya. Akan tetapi, banyak manusia
yang masih ingkar dan tak pernah tunduk akan kekuasaan-Nya itu. Ini semua
terjadi karena mereka belum mengenal Allah Swt dengan iman, hati dan pikiran.
Ada dua jalan utama yang dapat kita tempuh untuk mengenal Allah Swt. Pertama,
dengan memperhatikan ayat-ayat Qauliyyah yang termaktub dalam kitab suci Al- Qur’an.
Kedua, dengan memperhatikan ayat-ayat Kauniyyah yang terbentangluas di alam
semesta ini, bahkan dalam diri kita sendiri. Buku Mengenal Allah: Alam,
Sains, dan Teknologi karya Tauhid Nur Azhar ini bisa menjadi referensi
bacaan yang bagus untuk kita dalam memahami dan mengurai tanda-tanda kebesaran
Allah Swt. Dalam segenap ciptaan-Nya.
Dalam Al-Qur’an, kita
mendapati banyak sekali ayat yang membicarakan tentang keesaan Allah Swt.
Keagungan-Nya, kehebatan-Nya dalam penciptaan dan kelembutan-Nya. Semua itu
menunjukkan bahwa Dia itu ada dan wajib diimani keberadaan-Nya. Hal ini jelas,
nyata, dan terpampang di hadapan kita. Namun, ketika kita berbicara tentang ayat-ayat
Kauniyyah maka sebagian besar dari kita lalai memikirkannya. Alam yang terbentang
luas, lautan, dan samudra yang luas, binatang-binatang yang tak terhitung
jumlahnya, bahkan perangkat-perangkat yang ada dalam tubuh kita sendiri,
seperti darah, DNA, dan otak merupakan bukti kemahabesaran-Nya. (hlm. viii).
Ibnu Arabi mengungkapkan bahwa penciptaan alam semesta ini melalui tajalli(penampakan
diri) Tuhan pada alam. Penampakkan diri Tuhan mengambil dua bentuk, yaitu:
pertama, tajalli dzati yang terjadi secara intrinsik pada esensi Tuhan
itu sendiri dalam bentuk penciptaan potensi, kedua, tajalli syuhudi,yaitu
penampakan diri secara nyata yang mengambil bentuk penampakkan diri dalam alam
semesta. (hlm. 3).
Dari dua esensi penampakan
Tuhan ini, manusia tidak akan mampu mengindra penampakan tajalli dzati dengan
mata lahiriah. Allah ’Azza wa Jalla terlalu sempurna untuk itu. Mata lahiriah
terlalu lemah untuk memandang dzat Allah Swt. Kita dapat mengenal Allah Swt.
Melalui tajalli syuhudi yang terwujud dalam citra alam semesta. Kehadiran
Allah dapat kita lihat dalam segenap ciptaan-Nya, termasuk dalam diri kita
sendiri, sebagaimana kita mengenal seorang seniman dari karya seninya. Ada satu
modal dasar terpenting yang dikaruniakan Tuhan kepada manusia, yaitu DNA (DeoxyribonukleidAcid)
atau untaian asam nukleat yang membuktikan betapa besar kekuasaan Allah
Swt. Hingga sanggup membuat DNA yang begitu kecil dan canggih dalam tubuh
manusia. Sepanjang penelitian para ilmuwan, DNA memiliki kemampuan menyandi
sekitar 30.000 sifat. Tidak hanya sifat fi sik, tetapi juga sifat psikologis
atau perilaku. Penyandian yang bersifat psikologis dilakukan secara tidak
langsung, yaitu melalui sintesis atau pembentukan protein menjadi hormon,
kemudian hormon itulah yang sedikit banyak memengaruhi perilaku manusia.
Kitapun mengenal ada hormon-hormon ketakutan, kecemasan, agresif, dan ada pula
hormon-hormon yang melahirkan rasa cinta dan kasih sayang, kebahagiaan,
ketenangan, kegembiraan, dan kesedihan. Produksi hormon-hormon ini sangat
dipengaruhi oleh kerja DNA. (hlm. 109–110).
Pada buku ini, terdapat
sedikit kelemahan, yaitu dari bahasa yang digunakan masih terdapat
istilah-istilah yang sulit dipahami oleh masyarakat awam. Namun, kehadiran buku
ini memiliki sejumlah manfaat, di antaranya kita akan mendapatkan berbagai hal
yang sebelumnya mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran kita. Misalnya,
masalah tikus tanah (hlm. 202). Mungkin banyak di antara kita yang bertanya-tanya
mengapa Allah Swt. menciptakan tikus tanah dalam keadaan buta dan mengapa
wajahnya sangat menyeramkan? Apa manfaatnya bagi manusia? Melalui buku ini kita
akan semakin tahu, bahwa tak ada sesuatu pun yang sia-sia yang diciptakan Allah
Swt. Buku ini akan membantu kita mendapatkan pencerahan hati dan pikiran,
tentunya juga pencerahan iman.
DAFTAR PUSTAKA
Kemdikbud. 2013. Bahasa Indonesia: Wahana
Pengetahuan
Kelas XII. Jakarta:
Kementerian dan Kebudayaan Indonesia.
Harsiati, Titik dkk. 2016. Buku Guru Kelas XII SMA.
Jakarta: Kementerian dan Kebudayaan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar